KETIKA SEBAB MENJADI SEBAB LAINNYA

7d452fe643553f9c7b793f2b853cc3c7.jpg

Sebuah novel karya Tere Liye, seorang penulis novel yang sekaligus berprofesi sebagai seorang akuntan dan dikenal khalayak akan keberhasilannya dalam dunia literasi, berjudul Rembulan Tenggelam di Wajahmu berhasil memukau para pembaca melalui setiap deret kata ajaibnya. Alur cerita maju-mundur yang baru dapat tertebak setelah melalui beberapa bab cerita membuat rasa penasaran pembaca mulai membuncah mengenai seluk beluk topik utama novel ini. Banyak hal tak terduga dapat kita jumpai selama berkelana  penuh makna dalam dunia fantasi ‘ala’ Tere Liye. Berhasil mengungkap sisi sensitif para pembaca, Tere Liye juga sekaligus menyisipkan kata-kata mutiara menenangkan dalam dialog antar tokoh.

Satu hal menarik yang dapat dijumpai dalam alur cerita ini adalah siklus sebab-akibat kehidupan yang menjadi poros berjalannya setiap kisah Reyhan Raujana, aktor utama kisah inspiratif tersebut. Menjadi penghuni panti asuhan yang ia anggap sebagai sebuah aib, kehilangan sosok orang tua, pengasuh panti kejam dengan pecut rotan, liar di jalanan, keluarga baru di rumah singgah, merangkak maju sebagai pebisnis, kemudian tumbang dalam sakit. Sederet cerita penuh haru dan misteri. Misteri yang perlahan mencairkan sisi keras hati Reyhan yang tak ingin berdamai dengan takdir Tuhan. Tere Liye dengan perlahan menuntun para pembaca menggali akar permasalahan yang kemudian menjadi sebab timbulnya sebab-sebab lainnya.

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Q.S. Al-Mu’minun, 23: 12-14). Firman Allah SWT yang kemudian menggugah hati kita untuk bersyukur tiada henti telah diciptakan sebagai sebaik-baiknya makhluk di alam semesta ini. Allah menciptakan langit dan bumi sebagai panggung sandiwara, manusia sebagai aktor dengan peranannya masing-masing. Mengutip kata-kata penuh bijak dari karya William Shakespeare dalam As You Like it, bahwa “dunia ini panggung sandiwara, dan semua pria dan wanita hanyalah para pemainnya, bagi mereka, telah ditentukan jalan keluar dan jalan masuknya, dan seorang manusia bisa saja memainkan banyak peranan”. Sangat puitis, sarat akan makna, dan sekali lagi menghujam ke lubuk hati, memenjarakan rasa angkuh kepada Sang Khaliq.

Tuhan menciptakan manusia agar mereka dapat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri untuk menuju jalan kebaikan, jalan penuh ridho dan rahmat Tuhan. Pelbagai pertanyaan retoris muncul dalam benak kita, setiap fase yang dilalui penuh akan pengandaian sehingga manusia tak lagi berpijak pada situasi nyata. Sifat kodrati manusia sebagai individu yang individualis adalah menginginkan untuk menjadi yang “lebih/paling”, menjadikan prestise sebagai kebutuhan pokok. Sifat inilah yang kemudian membawa manusia untuk mencapai kesempurnaan, lepas dari rasional atau tidaknya ambisi tersebut. Maka, menghalalkan segala cara merupakan hal yang wajar dilakukan asal tujuan lekas tercapai. Yang jujur dianggap idealis, yang curang dianggap realistis. Tuhan dianggap tidak adil dalam memberi kemudahan kepada orang dengan niat baik, namun sangat adil kepada orang dengan niat buruk. Manusia pun diteror dengan sebuah pengandaian konyol, “mengapa tidak jadi orang jahat saja?”. Pola berpikir ini mirip secara sempurna dengan pola berpikir Reyhan Raujana yang jengah akan kisah hidupnya sendiri.

Reyhan Raujana, lelaki cerdas nan tangkas, cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Sayang, cara berpikirnya yang cerdas tidak pernah ia gunakan untuk memahami realita. Merasa takdirnya yang paling buruk, Reyhan bahkan enggan untuk sekedar berjumpa dengan realita yang tengah dijalaninya. Berlari dan menentang regulasi Tuhan adalah hal yang Reyhan lakukan untuk mengusir rasa yang terlanjur tumbuh. Rasa sesal, kesal, kecewa, frustasi, semua berkecamuk dalam dada. Menyesakkan.

Kisah Reyhan hanyalah contoh sederhana dari milyaran kasus mengutuk realita hidup lainnya di dunia. Manusia dengan sengaja mengubah sendiri alur hidupnya menjadi lebih rumit, ingin segala hal terjadi sesuai dengan kehendaknya. Ini hanya akan membawa mereka pada sulitnya menembus lorong-lorong sempit penuh kelok dan tajam menuju ridho Tuhan, bahkan hingga menjerumuskan diri sendiri ke dalam jurang nestapa. Maka, menjadi orang yang arif serta bijaksana dalam memaknai kehidupan dari pelbagai sudut pandang bukanlah sebuah pilihan melainkan sebuah keharusan. Dunia ini terlalu luas jika dipenuhi oleh manusia-manusia cerdas yang hanya mengabdikan dirinya demi pencapaian-pencapaian yang sifatnya duniawi. Kelak, manusia akan berkata bahwa Tuhannya telah memuliakan dirinya karna memberi apa yang ia inginkan, namun Tuhan telah menghina dirinya karna memberi yang diluar inginnya. Maka, benarkah Tuhan telah menganugerahkan manusia sebuah kecerdasan untuk berpikir? Jika iya, benarkah manusia telah dengan cerdas memaknai arti kehidupan?

Siklus kehidupan manusia dapat kita analogikan dengan siklus kehidupan sampah yang mampu merepresentasikan bagaimana seharusnya hidup cukup dijalani dan disyukuri. Bagi manusia, sampah hanyalah sisa material yang tidak diinginkan baik setelah melakukan proses produksi maupun konsumsi. Jika manusia mampu memilih jalan takdirnya sendiri, jika sampah mampu memilih untuk tidak menjadi yang terbuang. Namun, lihatlah bagaimana rezeki menguar dari limbah sampah, memberi peluang bagi para pendaur ulang sampah untuk menyulapnya menjadi kerajinan tangan yang unik dan menarik. Dari sudut pandang berbeda, masyarakat yang enggan membuang sampah pada tempatnya dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan serta mengurangi keindahan alam. Namun, para pahlawan kebersihan datang mengais rezeki dari gunungan sampah, menukar kilogram karungan sampah dengan rupiah demi menyambung kehidupan. Kerap dipandang sebelah mata, justru profesi sebagai petugas kebersihan sangat erat kaitannya dengan upaya penyelamatan lingkungan, meminimalisir kemungkinan berbagai penyakit seperti demam berdarah, diare, tifus, akibat virus yang dengan pesatnya berkembang biak di tempat yang kotor, kemudian menyelinap masuk menyerang sistem imun manusia.

Menilik kisah sampah yang bukan secara kebetulan membentuk sebuah siklus sebab-akibat. Satu sebab mengakibatkan sebab-sebab lainnya dan akan terus seperti itu. Maka, memaknai hidup dengan hanya mengandalkan logika akan mempersempit ruang berpikir kita. Karena tidak semua pertanyaan mengenai peristiwa yang terjadi dalam hidup dapat kita temukan jawabannya. Alur hidup manusia adalah rumit namun akurat. Keterbatasan akal tidak akan dapat mencapai maksud Tuhan mengurus seluruh cabang urusan milyaran manusia di dunia ini.

Tidak ada yang dapat memastikan bahwa masa depannya akan lebih baik, namun harapan akan membangkitkan keyakinan untuk dapat bertahan dalam kisah hidup detik ini. Kisah di masa lampau, kisah hari ini, maupun kisah di esok hari, pada hakikatnya telah tertulis secara sempurna dalam lauhul mahfudz, kitab tempat Tuhan menggariskan segala takdir, menulis serangkaian skenario apik tak tertandingi. Beragam fenomena terjadi dalam setiap detik kehidupan, kemudian manusia dengan keterbatasan akalnya akan memformulasikan hal-hal tersebut sebagai sebuah ‘kebetulan’. Mengutip sebuah kalimat dari mesin pencari google, bahwa kebetulan adalah bahasa ketidaksanggupan manusia dalam memahami kesengajaan yang dilakukan Tuhan. Itu artinya, tidak ada yang terjadi secara kebetulan di alam semesta ini. Tuhan dengan sifatNya yang Maha Mengetahui, memegang kendali dan memiliki kekuatan penuh untuk menentukan takdir setiap makhluk dengan skenario-skenario sempurna-Nya yang sebagian tak bisa dijelaskan menggunakan teori kausalitas (sebab-akibat). Maka, berprasangka baik pada ketetapan Tuhan adalah mantera ampuh penyulap gundah menjadi riang.

Fabiayyi alaa irobbikuma tukadzdzibaan? Maka, nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment